tempat chatting

Sabtu, 26 Maret 2011

Peluang ( mochamad J F )


Jakarta (detik inet) - Awal November lalu, penulis berkesempatan mengikuti seminar "Tech StartUp Investment in Indonesia" yang merupakan bagian dari rangkaian acara Sparx Up Award, sebuah ajang pencarian 'bakat' yang bisa di dorong menjadi start up bisnis di dunia internet Indonesia

Seminar yang juga melibatkan Kementrian Perdagangan dengan Ibu Menteri sebagai Keynote Speaker itu menghadirkan nama-nama besar seperti Microsoft, Google dan Yahoo, serta seluruh selebriti internet indonesia seperti dari BCA, Kaskus dan Koprol, yang telah menjadi bagian dari Yahoo Indonesia.



Meskipun tema utama adalah investasi terhadap tech startup company di Indonesia, namun hal tersebut hampir tidak tersentuh baik dalam presentasi maupun dari diskusi panel yang dilakukan. Hal utama yang dibahas malah lebih banyak berkutat pada berbagai halangan yang menyebabkan tidak berkembang nya bisnis berbasis internet di negeri ini

Dan seminar tersebut, di tutup dengan satu pertanyaan fundamental dari peserta dari investor asing yang tidak terjawab, "Kami siap untuk menanamkan modal kami bahkan untuk startup company skala sangat kecil yang bergerak di dunia internet, namun indikator apa yang bisa membuat kami yakin, bahwa investasi kami ini kelak akan memberikan keuntungan?"

Pasar yang Aneh

Perilaku pengguna internet di Indonesia boleh dibilang agak nyeleneh. Meskipun tercatat sebagai salah satu pengguna terbesar jejaring sosial di dunia, sejak jaman Friendster, hingga rezim Twitter dan Facebook saat ini, namun itu tidak serta-merta mencerminkan potensi kapitalisasi pasar yang besar.

Hingga kini, perusahaan yang murni bergerak di dunia internet dan menghasilkan keuntungan yang memadai untuk bertahan hidup lalu tumbuh masih bisa dihitung dengan jari tangan. Kalau boleh menyebut, mungkin hanya Detikcom, Kaskus dan Koprol yang bisa dibilang berhasil 'memonetasi' pasar internet negeri ini.

Sejak era dotcom boom di akhir abad 20, sudah sangat banyak yang mencoba. Namun mayoritas hilang ditelan waktu karena gagal di pasar.

Ada beberapa kendala utama yang  membuat pasar internet indonesia belum bisa berkembang , di antaranya :

1. Belum adanya infrastruktur pembayaran yang memiliki jangkauan luas dan 'murah'. Biaya 'payment' untuk transaksi via internet saat ini bisa menghabiskan hingga 30% dari total nilai transaksi. Baik itu menggunakan voucher, pemotongan pulsa telepon, maupun penggunaan fasilitas prabayar dari bank.

Sedangkan pemanfaatan kartu kredit masih terkendala jumlah minimum nominal transaksi yang ditetapkan oleh penyedia kartu, plus rawannya carding serta penetrasi kepemilikan kartu kredit yang masih terbatas.

Pemerintah dan Bank Indonesia sendiri, seperti diakui oleh Menteri Perdagangan dalam seminar tersebut, terkesan belum memiliki pemahaman yang memadai serta strategi yang jelas untuk mengembangkan ekonomi berbasis internet ini

2. Berdasarkan beberapa survei yang dilakukan, pengguna internet indonesia tercatat sebagai salah satu  yang paling pelit atau dengan kata lain mayoritas pengguna internet indonesia tidak mau mengeluarkan uang untuk membayar layanan internet atau produk dalam format digital.

Perilaku yang berkembang di dunia internet Indonesia adalah "kalau itu ada di internet maka itu gratis". Coba saja kalau Facebook dan Twitter satu saat menerapkan 'membership fee', saya yakin dalam sekejap 90% pengguna yang berasal dari Indonesia akan angkat kaki

3. Mudah dan murah nya mendapatkan produk bajakan juga menjadi salah satu kendala terbesar dalam mengembangkan ekonomi internet di negeri ini. Contoh paling menarik tentunya dalam industri musik.

Sudah banyak pihak yang mencoba untuk menjajakan musik dalam format digital via internet, tapi sampai saat ini belum ada yang bisa dibilang benar-benar sukses.

Dihadapkan dengan tiga tantangan tersebut, membuat resep sukses bisnis internet yang umum berlaku di belahan dunia lain, menjadi mandul begitu dicoba diterapkan di dunia internet Indonesia.

Resep umum itu adalah :
§ Buat produk/layanan berbasis internet yang keren
§ Kumpulkan sebanyak mungkin member/pengunjung
§ Undang sebanyak mungkin pengiklan untuk menjajakan produknya di situs tersebut
§ Keruk uang sebanyak-banyaknya dari para pengiklan

Resep ini terbukti sukses dilakukan oleh Google, Facebook, dan juga sekarang mulai dilakukan oleh Twitter yang menggunakan tokoh-tokoh populer untuk meng-endorse produk mereka via Tweet, dan hingga kini iklan masih menjadi 'driving factor' terbesar bagi keuntungan situs-situs populer tersebut.

Tapi hal ini tidak berlaku umum di Indonesia. Sebuah situs bisa saja punya layanan yang keren dan populer serta memiliki member yang banyak. Tapi karena perilaku pengguna indonesia yang malas mengeluarkan uang untuk layanan/produk digital, maka pengiklan pun enggan berinvestasi, karena tidak ada jaminan produk mereka bakal ada yang beli.

Karena tidak ada pengiklan, lambat laun pemilik situs pasti akan ambruk, dan itu yang berulang kali terjadi di dunia bisnis internet Indonesia.

Mayoritas situs besar yang masih bertahan di tataran internet Indonesia, bisa bertahan karena mereka merupakan bagian dari kelompok usaha yang lebih besar, yang core business nya bukan di internet. Situs hanyalah salah satu 'kepanjangan tangan' dari bisnis mereka. Jadi kelangsungan hidup situs tersebut didukung dari subsidi induk usahanya.

Solusi Alternatif

Dengan kondisi seperti dijelaskan sebelumnya, pertanyaan sang investor asing dalam seminar "Investment on Tech Startup" menjadi sangat valid, "Bagaimana menangguk untung dari bisnis berbasis internet di indonesia?"

Mencermati kondisi pasar yang demikian, tentu saja mengulangi resep yang jelas tidak laku di pasar internet dalam negeri untuk saat ini merupakan kesalahan besar. Namun bukan berarti tidak ada 'duit' di dunia internet Indonesia.

Bisa jadi memasarkan layanan langsung ke individu pengguna internet tidak akan memberikan keuntungan, tapi ada segmen pelanggan lain yang belum banyak digarap, namun menjanjikan karena memiliki 'buying power' yang cukup besar yaitu pasar korporasi.

Tentu saja perilaku pasar korporasi ini berbeda dengan pasar individu yang selama ini menjadi fokus utama dalam bisnis internet. Selama ini pasar individu biasanya digarap melalui produk/layanan internet seperti jejaring sosial, portal komunitas atau situs jual beli, yang di-deliver melalui jaringan internet publik.

Maka untuk pasar korporasi, produk/layanan berbasis internet yang disediakan tentu saja harus bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari korporasi tersebut. Solusi untuk kebutuhan korporasi tersebut bisa dibungkus dalam kerangka software as a service (SaaS) yang akan meringankan pelanggan dari sisi pengembangan maupun operasional dan pemeliharaan sistim ke depannya.

Dan dengan semakin matang nya konsep dan implementasi cloud computing saat ini, terutama di sisi infrastruktur, maka peluang untuk membuat layanan software as a service bagi korporasi terbuka sangat lebar. Apalagi mengingat saat ini, di Indonesia terutama, masih sangat-sangat sedikit pemain yang serius bermain di area SaaS ini.

Hingga kini, penulis baru melihat dua pemain yang serius menyediakan layanan SaaS ini, yaitu PT Telkom dengan layanan e-Office untuk kebutuhan otomasi perkantoran dan Core Banking untuk bank-bank kecil, serta Andal Software dengan layanan payroll as a service-nya.

Jadi bisa dibilang pasar SaaS ini masih luar biasa besar, dan menjanjikan.

Untuk menciptakan  sebuah layanan SaaS yang memiliki kans untuk sukses di pasar setidaknya perlu memperhatikan beberapa hal berikut:

1. Harus menyelesaikan satu problem bisnis

Sebuah aplikasi SaaS haru menyelesaikan satu problem bisnis yang biasa dihadapi oleh korporasi. Ini penting untuk menjadi alasan bagi korporasi supaya mau berlangganan layanan yang kita sediakan. Namun perlu diperhatikan, meskipun misalnya secara teknis kita mampu menyediakan layanan yang multi fungsi, tapi godaan untuk membuat layanan yang mencoba menyelesaikan 'semua problem bisnis' harus bisa kita singkirkan.

Pisahkan setiap solusi terhadap satu problem bisnis menjadi sebuah layanan SaaS untuk mempermudah dalam pemasarannya. Semakin kecil granularity-nya semakin bagus. Contoh, layanan dari 37signals.com, yang membagi-bagi layanan project management support dan office automation nya menjadi empat jenis layanan yang berbeda, dimana pelanggan bisa memilih yang dirasa perlu saja, atau bisa juga mendapatkan semuanya dengan harga diskon.

2. Bersifat Generik

Karena sifatnya adalah layanan, dan tentu saja kita menargetkan supaya layanan kita bisa digunakan oleh sebanyak mungkin korporasi, maka syarat utama layanan SaaS adalah bersifat generik, sehingga bisa menembus batas-batas korporasi.

Untuk itu sebelum memutuskan untuk mengembangkan satu jenis layanan, perlu dilakukan pendalaman terlebih dahulu terhadap segmen korporat yang akan digarap, sehingga kita bisa menciptakan sebuah sistem yang generik yang menjadi jualan utama layanan SaaS kita.

Tentu saja tidak semua pelanggan memiliki kebutuhan yang sama, tapi setidaknya layanan generik tersebut bisa mencakup 80% dari seluruh kebutuhan. Untuk yang 20% bisa dilakukan kustomisasi dengan biaya tambahan tentunya.

3. Memiliki support system yang memadai

Menjual layanan SaaS, berbeda dengan menjual produk atau mengembangkan sebuah aplikasi dalam sebuah project. Dalam system SaaS, pelanggan hanya 'menyewa' layanan yang kita tawarkan.

Dan seperti juga saat kita berlangganan telepon, listrik atau pay TV, tentu pelanggan berharap akan support yang sama jika mereka menemui kesulitan dalam menggunakan layanan tersebut.

Dengan demikian ketersediaan tim yang akan memberikan support pun menjadi faktor kritikal dalam penyediaan layanan SaaS.

4. Harga yang terjangkau

Sebetulnya 'harga yang terjangkau' itu sifatnya relatif. Tergantung dari seberapa besar manfaat layanan SaaS  yang kita sediakan dirasakan oleh pelanggan. Namun demikian, jika kita mampu menciptakan sebuah layanan generik yang memiliki potensi pasar yang besar, tentu saja kita bisa memberikan layanan semurah mungkin tentu saja dalam batas-batas yang masih menguntungkan.

SaaS seperti layaknya bisnis retail, berfokus pada volume.

Sebetulnya ada satu lagi faktor yang bisa mempercepat penetrasi layanan SaaS yang kita berikan. Yaitu bekerjasama dengan operator penyedia jaringan akses internet atau Internet Network Provider.

Dengan bekerjasama dengan Network Provider, terutama yang telah memiliki pelanggan korporasi, membuka kesempatan kita untuk menyediakan layanan SaaS melalui Private Cloud atau Hybrid Cloud sebagai komplemen terhadap layanan SaaS yang disediakan melalui Public Cloud.

Dalam beberapa kasus, pelanggan korporasi lebih nyaman jika delivery layanan SaaS dilakukan melalui Private Cloud, meskipun harus membayar sedikit lebih mahal. Karena melalui jenis cloud ini, traffic layanan tersebut tidak tercampur dengan traffic internet publik sehingga performansi lebih bagus selain juga tingkat keamanan yang lebih tinggi.

Bagi penyedia jaringan sendiri, bekerjasama dengan pengembang layanan SaaS menjadi keuntungan sendiri, karena layanan tersebut dapat menjadi traffic generator bagi jaringan yang mereka miliki, yang berarti juga tambahan pendapatan buat mereka.

Beberapa penyedia layanan jaringan telah melihat potensi ini, bahkan beberapa di antaranya sudah menyiapkan layanan Infrastructure as a Service (IaaS) yang dapat dimanfaatkan oleh pengembang layanan SaaS untuk menggelar layanan mereka, dengan harga yang cukup murah.

Bahkan ada penyedia layanan jaringan yang menggratiskan biaya sewa infrastrukturnya bagi pengembang layanan SaaS.

Motor Pendorong

Melalui uraian diatas dapat dilihat potensi dari layanan Software as a Service yang diharapkan dapat menjadi motor pendorong roda ekonomi berbasis internet di Indonesia ini. Mudah-mudahan uraian ini juga menjadi jawaban bagi pertanyaan sang investor asing tersebut tentang bagaimana mereka dapat mengambil keuntungan dari pasar internet Indonesia yang (katanya) besar ini.

Karena bagi kalangan investor, mungkin akan lebih menjanjikan jika menanamkan uang nya di startup company yang memiliki visi untuk pengembangan layanan SaaS untuk pelanggan korporasi, dibandingkan dengan startup company yang masih berkutat dalam membuat layanan-layanan internet yang ditujukan kepada pasar individu.

Mengingat kondisi pasar internet Indonesia yang saat ini masih menemui hambatan untuk berkembang. Penulis sendiri memprediksi berbagai hambatan yang sudah di sebutkan sebelumnya, belum akan benar-benar teratasi hingga 5 tahun ke depan. Dan dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, tentu lebih dari cukup bagi pengembang solusi untuk membuat layanan SaaS yang mumpuni dan menangguk untung dari pasar korporasi.  

Saat ini, dimana masih sedikit pemain yang serius menggarap pasar SaaS untuk korporasi, merupakan saat yang tepat untuk mengklaim kavling anda, sehingga saat pasar cloud computing mulai ramai dalam kurun waktu 3-5 tahun mendatang, Anda sudah memilikicompetitive advantage dalam bentuk layanan yang lebih matang dan pemahaman pasar yang lebih baik dibandingkan para pemain baru


1 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More